Senin, 19 Maret 2012

Munir Dalam Kenangan

Berjuang Bersama Rakyat !
Beruntunglah, krisis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan perangkat hukum tidak memunculkan anarkisme sosial. Tragedi Mei 1998 telah menjadi pelajaran yang sangat penting bagi rakyat untuk menentukan langkah politis secara bijaksana dan elegan. krisis kepercayaan itu secara diam-diam justru menjadi penggerak bangkitnya kekuatan rakyat. bangkitnya kekuatan tersebut telah menjadi kekuatan politik yang signifikan ketika arus pragmatis politik elite menjadi ancaman bagi demokratisisasi. Krisis kepercayaan itu telah membawa rakyat pada arus kesadaran bahwa perubahan dapat dilakukan jika diiktiarka bersama-sama. Munir Memandang bahwa dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh rakyat, telah dicapai banyak kemajuan yang berarti bagi kematangan peran mereka. "sulit kiranya sebelumnya kita dapat membayangka para Guru menjadi sebuah kekuatan pedesak kebijakan negara, meskipun masih pada isu kenaikan gaji.
     Meskipun begitu disadari pula oleh Munir bahwa gerakan rakyat itu pun seringkali ditunggangi oleh berbagai kepentingan politis kelompok tertentu. kondisi seperti ini membuat gerakan rakyat terpecah dan kehilangan orientasi perjuangan yang sesungguhnya. misalnya terjadi ketika Pemilu 1999 diadakan. menurut Munir pada saat itu terjadi fragmantasi politik yang tidak hanya menyeret partai pemenang Pemilu, melainkan semua kekuatan masyarakat yang terkristal dalam partai-partai politik. tidak dapat disangkal bahwa kekuatan politik ini semakin lama semakin meninggalkan orientasi arus bawah yang sejak awal diperjuagkannya. tampaknya orientasi arus bawah sebagaimanan tercermin pada slogan-slogan patai politik itu hanya manjadi daya pemikat yang bersifat sementara. sebab pada akhirnya, partai-partai tersebut ikut serta pula secara agresif dalam perebutan kekuasaan politik pinggiran menjadi kekuatan-kekuatan elite di seputar kekuasaan negara.
     Kendati partai-partai politik seringkali menunggangi gerakan rakyat, Munir tetap mempercayai bahwa gerakan tersebut tidak akan terseret jika perjuangan mereka sungguh-sungguh berbasis pada kepentingan rakyat. Gerakan rakyat seperti ini sebenarnya telah muncul di wilayah-wilayah pedesaan jauh lebih dulu ketimbang kemunculan kelompok-kelompok masa yang mengusung gagasan reformasi. Gerakan rakyat itu tampil dalam begbagai aksi seperti perebutan tanah, pengambilalihan lahan, dan protes-protes massal yang ditujukan kepada pemilik tanah. Gerakan rakyat seperti ini telah memosisikan dirinya untuk bereksitensi terhadap pelbagai kebijakan (pembangunan) pemerintah yang merugikan dan menindas rakyat. Mereka menenggarai bahwa terjadi praktek diskriminatif yang tersurat dalam berbagai kebijakan pembangunan. Program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah ternyata tidak pernah mensejahterakan rakyat yang hidup di berbagai daerah pinggiran, tetapi justru menggemukan beberapa rakyat di Jakarta sebagai pusat dari segala pusat kehidupan ekonomi, sosial, dan politik.
     Di balik itu Munir melihat bahwwa sistem peradilan di Indonesia perlu bertanggung jawwab atas praktik pembangunan yang diskriminatif. sistem peradilan di Indonesia, adalah ssalah satu faktor yang secara diam-diam memiliki andil besar dalam memperlebar berbagai ketimpangan sosial. sistem peradilan masih diwarnai berbagai praktik penyalahgunaan kekuasaan. "akibatnya sistem peradilan menjadi ajang legalisasi praktik diskriminasi hak-hak rakyat dan oleh karenany sistem peradilan menjadi faktor penting bagi tetap berlangsungnya ketimpangan tersebut" untuk itu kontrol sosial dai masyarakat sipil, mau tidak mau, memegang tugas sangat penting agar sistem peradilan itu dapat memberikan akses hukum kepada rakyat yang telah tertindas sebagai korban pembangunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar